BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Di dalam hidup di masyarakat manusia harus dapat
mengembangkan dan melaksanakan hubungan yang harmonis baik dengan individu lain
maupun lingkungan sosialnya. Tapi dalam kenyataannya individu sering mengalami
hambatan bahkan kegagalan yang menyebabkan individu tersebut sulit
mempertahankan kestabilan dan identitas diri, sehingga konsep diri menjadi
negatif. Jika individu sering mengalami kegagalan maka gangguan jiwa yang
sering muncul adalah gangguan konsep diri misal harga diri rendah.
Faktor psikososial merupakan faktor utama yang
berpengaruh dalam kehidupan seseorang (anak, remaja, dan dewasa). Yang mana
akan menyebabkan perubahan dalam kehidupan sehingga memaksakan untuk mengikuti
dan mengadakan adaptasi untuk menanggulangi stressor yang timbul.
Ketidakmampuan menanggulangi stressor itulah yang akan memunculkan gangguan
kejiwaan.
Salah satu gangguan jiwa yang ditemukan adalah
gangguan konsep harga diri rendah, yang mana harga diri rendah digambarkan
sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya
diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, 1999). Perawat
akan mengetahui jika perilaku seperti ini tidak segera ditanggulangi, sudah
tentu berdampak pada gangguan jiwa yang lebih berat. Beberapa tanda-tanda harga
diri rendah adalah rasa bersalah terhadap diri sendiri, merendahkan martabat
sendiri, merasa tidak mampu, gangguan hubungan sosial seperti menarik diri, percaya
diri kurang, kadang sampai mencederai diri (Townsend, 1998).
B.
Batasan
Masalah
Dalam
makalah ini, kami membatasi penyajian kami pada ruang lingkup yang meliputi :
1.
Pengertian
harga diri rendah
2.
Penyebab
harga diri rendah
3.
Tanda &
gejala harga diri rendah
4.
Proses
terjadinya masalah
5.
Akibat harga
diri rendah
6.
Faktor
predisposisi dan presipitasi
7.
Mekanisme
koping
8.
Asuhan
keperawatan
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah:
1.
Tujuan umum
Perawat mampu mendiskripsikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah.
2.
Tujuan
khusus
Untuk mengidentifikasi permasalahan yang muncul pada
klien selama memberikan asuhan keperawatan gangguan konsep diri : harga diri
rendah dan berusaha menyelesaikan permasalahan tersebut.
D.
Metode
Penulisan
Metode penulisan makalah ini menggunakan metode
kepustakaan yaitu dengan mencari referensi yang berkaitan dengan pokok bahasan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Gangguan harga diri rendah digambarkan
sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya
diri dan harga diri, merasa gagal
mencapai keinginan. Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara
kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama.
Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan
diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat. Umumnya disertai oleh evaluasi diri yang negatif,
membenci diri sendiri dan menolak diri sendiri (Keliat, 1998).
Evaluasi dari dan
perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif dapat secara langsung
atau tidak langsung diekspresikan (Townsend, MC, 1998).
Penilaian negatif
seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung
maupun tidak langsung (Schult & Videbeck, 1998).
Gangguan harga diri
yang disebut harga diri rendah dapat terjadi secara:
1)
Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba,
misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus
hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu ( korban perkosaan, ditubuh KKN,
dipenjara tiba-tiba ).
Pada klien yang dirawat
dapat terjadi harga diri rendah karena:
a.
Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya:
pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (
pencukuran pubis, pemasangan kateter, pemeriksaan perineal ).
b.
Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang
tidak tercapai karena dirawat/ sakit/ penyakit.
c.
Perlakuan petugas kesehatan yang yidak menghargai,
misalnya berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, tanpa persetujuan.
Kondisi ini banyak ditemukan pada klien gangguan fisik.
2)
Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah
berlangsung lama, yaitu sebelum sakit atau dirawat. Klien mempunyai cara
berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi
negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respon yang maladaptif.
Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau pada
klien gangguan jiwa.
B. Penyebab
Harga Diri Rendah
Faktor yang mempengaruhi harga diri
meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan
yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan
pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistik.
Stressor pencetus mungkin ditimbulkan dari
sumber internal dan eksternal, seperti : trauma fisik maupun psikis, ketegangan
peran, transisi peran situasi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian, serta transisi peran sehat sakit
sebagai transisi dari keadaan sehat dan keadaan sakit. (Stuart & Sundeen,
1991).
C. Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah
Tanda dan gejala yang dapat dikaji pada
gangguan harga diri rendah adalah:
1. Perasaan
malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap
penyakit, misalnya: malu dan sedih karena rambut jadi rontok setelah mendapat
terapi sinar pada kanker.
- Rasa bersalah pada diri sendiri, misalnya ini
tidak akan terjadi jika saya segera ke rumah sakit, menyalahkan,
mengejek, dan mengkritik diri sendiri.
- Merendahkan martabat, misalnya saya tidak bisa,
saya tidak mampu, saya tidak tahu apa-apa atau saya orang bodoh.
- Gangguan hubungan sosial,
seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan orang lain, suka
menyendiri.
- Percaya diri kurang. Klien
sukar mengambil keputusan, misalnya memilih alternatif tindakan.
- Mencederai diri, akibat
harga diri rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien ingin
mengakhiri kehidupan.
D.
Proses terjadinya Masalah
Individu yang
kurang mengerti akan arti dan tujuan hidup akan gagal menerima tanggung jawab
untuk diri sendiri dan orang lain. Ia akan tergantung pada orang tua dan gagal
mengembangkan kemampuan sendiri ia mengingkari kebebasan mengekspresikan
sesuatu termasuk kemungkinan berbuat kesalahan dan menjadi tidak sabar, kasar
dan banyak menuntut diri sendiri, sehingga ideal diri yang ditetapkan tidak
tercapai.
Sedangkan
stressor yang mempengaruhi harga diri rendah dan ideal diri adalah penolakan
dan kurang penghargaan diri dari orang tua dan orang yang berarti, pola asuh
yang tidak tepat, misalnya terlalu dilarang, dituntut, dituruti, persaingan
dengan saudara. Kesalahan dan kegagalan yang terulang, cita-cita yang tidak
tercapai, gagal bertanggung jawab terhadap diri sendiri.
Harga diri
rendah dapat terjadi karena adanya kegagalan atau berduka disfungsional dan
individu yang mengalami gangguan ini mempunyai koping yang tidak konstruktif
atau kopingnya maladaptive.
Resiko yang
dapat terjadi pada individu dengan gangguan harga diri rendah adalah isolasi
sosial: menarik diri karena adanya perasaan malu kalau kekurangannya diketahui
oleh orang lain. ( Stuart dan Sundeen, 1991 )
E. Akibat Harga Diri Rendah
Klien yang mengalami
gangguan harga diri rendah bisa mengakibatkan gangguan interaksi sosial :
menarik diri, perubahan penampilan peran, keputusasaan maupun munculnya
perilaku kekerasan yang beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
(Keliat, 1998)
F. Faktor Predisposisi dan Presipitasi
1.
Faktor Predisposisi
Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah adalah pengalaman masa
kanak-kanak merupakan suatu faktor yang dapat menyebabkan masalah atau gangguan
konsep diri. Anak-anak sangat peka
terhadap perlakuan dan respon orang tua, lingkungan, sosial serta budaya. Orang
tua yang kasar, membenci dan tidak menerima akan mempunyai keraguan atau
ketidakpastian diri, sehingga individu tersebut kurang mengerti akan arti dan
tujuan kehidupan, gagal menerima tanggung jawab terhadap dirinya sendiri,
tergantung pada orang lain serta gagal mengembangkan kemampuan diri. Sedangkan
faktor biologis, anak dengan masalah biologis juga bisa menyebabkan harga diri
rendah. Misalnya anak lahir menilai dirinya
rigatif. (Stuart & Sundeen, 1991)
2.
Faktor Presipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh
situasi yang dihadapi individu dan individu yang tidak mampu menyelesaikan
masalah. Situasi atau stresor dapat mempengaruhi konsep diri dan komponennya.
Stresor yang mempengaruhi harga diri dan ideal diri adalah penolakan dan kurang
penghargaan diri dari orang tua yang berarti : pola asuh anak tidak tepat,
misalnya: terlalu dilarang, dituntut, dituruti, persaingan dengan saudara,
kesalahan dan kegagalan yang terulang, cita-cita yang tidak dapat dicapai,
gagal bertanggung jawab terhadap diri sendiri (Stuart Sundeen, 1991). Sepanjang
kehidupan individu sering menghadapi transisi peran yang dapat menimbulkan
stres tersendiri bagi individu.
Stuart dan Sundeen, 1991 mengidentifikasi transisi
peran menjadi 3 kategori, yaitu:
a.
Transisi
Perkembangan
Setiap perkembangan dapat
menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap tahap perkembangan harus dilalui
individu dengan menyelesaikan tugas perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini
dapat merupakan stresor bagi konsep diri.
b.
Transisi
Peran situasi.
Transisi peran situasi terjadi sepanjang daur
kehidupan, bertambah atau berkurang orang yang berarti melalui kelahiran atau
kematian, misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi orang tua.
Perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan
peran, yaitu konflik peran tidak jelas atau peran berlebihan.
c.
Transisi
Peran Sehat-Sakit
Stresor pada
tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat perubahan konsep
diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu
gambaran diri, identitas diri, peran dan harga diri.
(Stuart & Sundeen, 1991)
G. Mekanisme Koping
Menurut Keliat
(1998), mekanisme koping pada klien dengan gangguan konsep diri dibagi dua
yaitu:
1. Koping jangka pendek
a. Aktivitas
yang memberikan kesempatan lari sementara dari krisis, misalnya : pemakaian
obat, ikut musik rok, balap motor, olah raga berat dan obsesi nonton televisi.
b. Aktivitas
yang memberi kesempatan mengganti identitas, misalnya: ikut kelompok tertentu
untuk mendapat identitas yang sudah dimiliki kelompok, memiliki kelompok
tertentu, atau pengikut kelompok tertentu.
c. Aktivitas
yang memberi kekuatan atau dukungan sementara terhadap konsep diri atau
identitas diri yang kabur, misalnya: aktivitas yang kompetitif, olah raga,
prestasi akademik, kelompok anak muda.
d. Aktivitas
yang memberi arti dari kehidupan, misalnya: penjelasan tentang keisengan akan
menurunnya kegairahan dan tidak berarti pada diri sendiri dan orang lain.
2. Koping jangka panjang
Semua koping jangka pendek dapat berkembang menjadi koping jangka
panjang. Penyelesaian positif akan menghasilkan ego identitas dan Keunikan
individu.
Identitas negatif merupakan rintangan terhadap nilai dan harapan
masyarakat. Remaja mungkin menjadi anti sosial, ini dapat disebabkan karena ia
tidak mungkin mendapatkan identitas yang positif. Mungkin remaja ini mengatakan
“saya mungkin lebih baik menjadi anak tidak baik”.
Individu dengan gangguan konsep diri pada usia lanjut dapat menggunakan
ego-oriented reaction (mekanisme pertahanan diri) yang bervariasi untuk
melindungi diri. Macam mekanisme koping yang sering digunakan adalah : fantasi,
disosiasi, isolasi, proyeksi.
Dalam keadaan yang semakin berat dapat terjadi deviasi perilaku dan
kegagalan penyesuaian sebagai berikut: psikosis, neurosis, obesitas, anoreksia,
nervosa, bunuh diri criminal, persetubuhan dengan siapa saja, kenakalan,
penganiayaan.
H. Asuhan Keperawatan
1.
Pohon Masalah
|
2. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu di kaji
a. Masalah keperawatan
·
Isolasi sosial : menarik diri
·
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
·
Gangguan citra tubuh
b. Data yang perlu dikaji
No
|
Masalah Keperawatan
|
Data Subyektif
|
Data Obyektif
|
1.
|
Masalah utama : Gangguan konsep diri : harga diri rendah
|
-
Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
- Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
-
Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
-
Mengungkapkan dirinya tidak berguna
-
Mengkritik diri sendiri
|
-
Merusak diri sendiri
-
Merusak orang lain
-
Menarik diri dari hubungan sosial
-
Tampak mudah tersinggung
- Tidak mau makan dan tidak tidur
|
2.
|
Masalah Keperawatan : Penyebab gangguan citra tubuh
|
-
Mengkritik diri sendiri
- Mengungkapkan perasaan main terhadap diri sendiri
- Mengungkapkan malu dan tidak bisa bila diajak
melakukan sesuatu
-
Perasaan tidak mampu
-
Perasaan negatif mengenai dirinya
sendiri
|
- Tampak sedih dan tidak melakukan aktivitas yang
seharusnya dapat dilakukan
-
Wajah tarnpak murung
-
Klien terlihat lebih suka sendiri
-
Bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan
|
3.
|
Masalah Keperawatan: Akibat Isolasi sosial : menarik
diri
|
- Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup
lagi
- Mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain
- Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain
|
-
Ekspresi wajah kosong
- Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara
- Suara pelan dan tidak jelas
|
3. Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
b. Gangguan konsep diri:
harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra tubuh. (Keliat,
1998)
4. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan: Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan harga
diri rendah.
i.
Tujuan Umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara
optimal.
ii.
Tujuan Khusus :
1)
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1.1. Bina hubungan saling percaya dengan
menerapkan prinsip komunikasi terapeutik:
1.1.1 Sapa klien
dengan ramah secara verbal dan nonverbal
1.1.2 Perkenalkan
diri dengan sopan
1.1.3 Tanyakan
nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
1.1.4 Jelaskan
tujuan pertemuan
1.1.5 Jujur dan
menepati janji
1.1.7 Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
1.1.7 Beri perhatian
kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
2.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki klien.
2.2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
2.3. Utamakan memberi pujian yang realistik.
3) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
3.1. Diskusikan kemampuan yang masih dapat
dilakukan.
3.2. Diskusikan
kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4)
Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki.
4.1. Rencanakan bersama
klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari.
4.2. Tingkatkan
kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
4.3. Beri
contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
5.1. Beri kesempatan
pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
5.2. Diskusikan pelaksanaan kegiatan di rumah
6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
6.1. Beri
pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri
rendah.
6.2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
6.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
iii.
Hasil yang
diharapkan
·
Klien mengungkapkan perasaannya terhadap penyakit yang
diderita.
·
Klien menyebutkan aspek positif dan kemampuan dirinya
(fisik, intelektual, sistem pendukung).
·
Klien berperan serta dalam perawatan dirinya.
·
Percaya diri klien menetapkan keinginan atau tujuan
yang realistik.
b. Diagnosa keperawatan : Gangguan konsep diri harga diri rendah berhubungan
dengan gangguan citra tubuh.
I.
Tujuan umum
Klien menunjukkan peningkatan harga diri
II.
Tujuan Khusus
a) Klien dapat meningkatkan keterbukaan dan hubungan
saling percaya
1.1. Bina hubungan perawat - klien yang terapeutik
1.2. Salam terapeutik
1.3. Komunikasi terbuka, jujur dan empati
1.4. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien. Beri
kesempatan mengungkapkan perasaan klien terhadap perubahan tubuh.
1.5. Lakukan kontrak untuk program asuhan
keperawatan (pendidikan kesehatan, dukungan, konseling dan rujukan)
b)
Klien dapat mengidentifikasi perubahan citra tubuh.
2.1. Diskusikan perubahan struktur, bentuk atau
fungsi tubuh
2.2. Observasi ekspresi klien pada saat diskusi
c) Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
3.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki (tubuh, intelektual, keluarga)
oleh klien diluar perubahan yang terjadi
3.2. Beri pujian atas aspek positif dan kemampuan
yang masih dimiliki klien.
d) Klien dapat menerima realita perubahan struktur, bentuk atau
fungsi tubuh.
4.1. Dorong klien untuk merawat diri dan berperan
serta dalam asuhan klien secara bertahap
4.2. Libatkan klien dalam kelompok klien dengan
masalah gangguan citra tubuh
4.3. Tingkat dukungan keluarga pada klien terutama
pasangan.
e) Klien dapat menyusun rencana cara-cara menyelesaikan
masalah yang dihadapi.
5.1. Diskusikan cara-cara (booklet, leaflet
sebagai sumber informasi) yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak
perubahan struktur, bentuk atau fungsi tubuh
5.2. Dorong klien memilih cara yang sesuai
f) Klien dapat melakukan tindakan pengembalian integritas
tubuh.
6.1. Membantu klien mengurangi perubahan citra
tubuh
6.2. Rehabilitasi bertahap bagi klien
III.
Hasil yang diharapkan
·
Klien menerima perubahan tubuh yang terjadi
·
Klien memilih beberapa cara mengatasi perubahan yang terjadi
·
Klien adaptasi dengan cara-cara yang dipilih dan digunakan