KECEMASAN PADA WANITA YANG MENGHADAPI MENOPAUSE

KECEMASAN PADA WANITA YANG MENGHADAPI MENOPAUSE

 Yanuar finata
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan kepanjen
Jl. Trunojoyo 16 Kepanjen Kab. Malang, email : @Yahoo.com

Abstrak

Masa menopause dialami setiap wanita di masa tuanya.   Menjelang menopause tidak jarang wanita yang akan mengalaminya sering dilanda kecemasan. Penelitian ini dengan demikian bertujuan untuk menganalisis kecemasan pada wanita yang menghadapi menopause dan faktor-faktor yang memengaruhinya.    Penelitian ini merupakan studi mendalam dengan seorang ibu yang tidak bekerja dan sudah mulai mengalami gejala menopause, yang ditandai oleh mulai tidak teraturnya haidnya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek sulit menghadapi masa menopause karena belum siap untuk menghadapinya dan kurangnya informasi yang didapatnya. Hal ini dapat terlihat dari gejala gangguan tidur, lebih mudah letih, cemas dan gelisah.

Kata Kunci : kognitif, afektif, somatik, menopause

MENOPAUSE FEAR DEALING WITH MENOPAUSE PERIOD

Abstract
Every woman on her old age will arrive at menopause period. As a matter of fact, approaching this period generate woman anxiety. Therefore, the aim of this study is to analyze the woman fear who approaching menopause period. The study also is intended to identify factors which influence it. This research is an in-depth study with a mother who does not work and in her age on approaching menopause. The symptom is marked by irregular menstrual. This research is qualitative. Data was collected by observation and depth interviews. The result show the emerge of fear dealing with menopause. She is not yet ready to cope menopause matters. She also experience lack of information regarding menopause. The symptoms are sleep disorders, easily tired, anxious and agitated.

Key Words: cognitive, affective, somatic, menopause

PENDAHULUAN

Menopause dikenal sebagai masa berakhirnya menstruasi atau haid, dan sering dianggap menjadi momok dalam kehidupan wanita. Sebagian besar wanita mulai mengalami gejala menopause pada usai 40-an dan puncaknya tercapai pada usia 50 tahun (Kronenberg, 1990; Freeman dan Sherif, 2007; Utian, 2005; Williams, dkk 2007). Kebanyakan mengalami gejala kurang dari 5 tahun dan sekitar 25% lebih dari   5   tahun. Namun   bila   diambil rata-ratanya, umumnya seorang wanita akan mengalami menopause sekitar usia45-50 tahun.
Akibat perubahan dari haid menjadi tidak haid lagi, otomatis terjadi perubahan organ  reproduksi  wanita, Perubahan fungsi indung telur akan memengaruhi hormon dalam yang kemudian memberikan pengaruh pada organ tubuh wanita pada umumnya.   Tidak heran apabila kemudian muncul berbagai keluhan fisik, baik yang berhubungan dengan organ reproduksinya maupun organ tubuh pada umumnya.
Tidak hanya itu, perubahan ini seringkali memengaruhi keadaan psikis seorang wanita. Keluhan psikis sifatnya sangat individual yang dipengaruhi oleh sosial  budaya,  pendidikan,  lingkungan, dan   ekonomi.   Keluhan   fisik   maupun psikis ini tentu saja akan mengganggu kesehatan wanita yang bersangkutan termasuk perkembangan psikisnya (Kronenberg, 1990; Utian, 2005). Selain itu, bisa memengaruhi kualitas hidupnya. Dalam menyingkapi dirinya yang akan memasuki masa menopause, beberapa wanita menyambutnya dengan biasa. Mereka menganggap kondisi ini sebagai bagian dari siklus hidupnya.
Banyak wanita yang mengeluh bahwa dengan datangnya menopause mereka akan menjadi pencemas. Kecemasan yang muncul pada wanita menopause sering dihubungkan dengan adanya kekhawa- tiran dalam menghadapi suatu situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan. Wanita seperti ini sangat sensitif terhadap pengaruh emosional dari fluktuasi hormon. Umumnya mereka tidak mendapat informasi yang benar sehingga dibayangkannya adalah efek negatif yang akan dialami setalah memasuki masa menopause. Mereka cemas dengan berakhirnya era reproduksi yang berarti berhentinya nafsu seksual dan fisik. Apalagi menyadari dirinya akan menjadi tua, yang berarti kecantikannya akan memudar. Seiring dengan hal itu, validitas dan fungsi organ tubuhnya akan menurun. Hal ini akan menghilangkan   kebanggaannya   sebagai wanita. Keadaan ini dikhawatirkannya akan memengaruhi hubungannya dengan suami maupun lingkungan sosialnya. Selain itu, usia ini sering dikaitkan dengan timbulnya penyakit kanker atau penyakit lain yang sering muncul pada saat wanita memasuki  usia tua.
Penelitian ini bertujuan untuk me mengetahui kecemasan wanita yang akan memasuki masa menopause, dan untuk mengetahui mengapa wanita yang menghadapi menopause mengalami kecemasan.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan bentuk studi kasus.  Subjek  penelitian  ini  adalah seorang  wanita berusia 45-50 tahun yang tidak bekerja dan mulai mengalami gejala menopause yag ditandai oleh mulai tidak teratur haidnya.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam dan observasi. Wawancara dilakukan menggunakan pedoman umum. Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah  nonpartisipan.  Dengan  pedoman ini diharapkan dapat mendeskripsikan gambaran kecemasan wanita menghadapi masa menopause. Responden yang diwawancarai adalah seorang wanita yang akan memasuki masa menopause dan seorang significant other (suaminya).

Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, mengelompokkan berdasarkan kategori, tema, dan pola jawaban, menguji asumsi atau per- masalahan yang ada terhadap data, dan mencari alternatif penjelasan bagi data.

HASIL DAN PEMBAHASAN
          Gejala Kognitif
Subjek termasuk orang yang cemas, apalagi akhir-akhir ini juga subjek membaca koran atau majalah yang membahas mengenai  menopause.  Saat  melihat dirinya dalam cermin yang semakin tua, keriput dan tidak cantik lagi subjek menjadi takut sendiri.  Subjek orang yang sulit untuk konsentrasi, sampai sekarang ini pun subjek masih sulit untuk kon- sentrasi. Subjek merasa tidak konsentrasi bila  sedang  mengerjakan  sesuatu,  jika tiba-tiba melihat di televisi ada yang membahas mengenai menopause maka subjek akan lebih sulit lagi untuk konsentrasi. Begitu pun dalam membuat keputusan, subjek merasa kesulitan apa- apalagi jika subjek banyak pikiran seperti subjek merasa sudah tua, keriput dan tidak cantik lagi.
Sekarang ini kira-kira sudah enam bulanan subjek mengalami gangguan tidur dan dia selalu keringat dan gelisah bila tidur, sehingga tidurnya kurang nyenyak. Menurut subjek mungkin ini disebabkan karena subjek akan memasuki masa menopause, sebab yang dia baca seperti itu.  Subjek  saat  ini  cenderung  merasa grogi jika ada orang yang membicarakan mengenai menopause. Subjek pun akan merasa panik dan serba salah melihat dirinya sudah tua, keriput dan tidak bugar lagi. Menghadapi menopause pun subjek merasa takut apalagi usianya sudah mendekati menopause.
Suami subjek   melihat subjek termasuk orang yang mudah cemas, terutama bila subjek berada di tempat ramai dan dalam situsi yang sulit. Suami subjek juga mengatakan  hal  yang  membuat  subjek cemas  adalah  bila  subjek  pergi  sendiri tanpa ditemani siapa pun maka subjek akan merasa tidak nyaman.  Suami subjek mengatakan subjek bila sedang bekerja sukar untuk   konsentrasi seperti sedang memasak dan mengerjakan administrasi anak kost, apalagi bila subjek sedang mempunyai masalah, cemas dan banyak pikiran. Situasi yang berisik pun membuat subjek sukar untuk konsentasi.
Menurut suaminya, subjek orang yang sulit membuat keputusan apalagi bila dihadapkan pada dua pilihan yang sama bagus dan sama baiknya.   Suami subjek melihat akhir-akhir ini subjek mengalami gangguan tidur setiap malam, juga merasa gelisah dan keringatan bila sedang tidur. Namun suami subjek  kurang mengetahui apakah subjek mengalami gangguan tidur tersebut karena subjek akan menghadapi masa menopause atau tidak.
Gejala kognitif yang subjek alami pada saat ini yang akan menghadapi menopause adalah gangguan tidur, dimana subjek baru mengalami gejala tersebut baru-baru ini sekitar enam bulanan. Gejala tersebut seperti tidur yang gelisah dan berkeringat (Freeman dan Sherif, 2007; Utian, 2005; Williams, Kalilani, DiBenedetti,  Zhou,  Fehnel,  dan  Clark, 2007). Selain itu subjek juga terpaku pada bahaya yang tidak jelas seperti takut akan menghadapi menopause sehingga subjek tidak siap untuk menghadapi menopause sebab subjek takut tidak cantik lagi, keriput dan tua serta ia takut terlihat tidak menarik lagi bagi suaminya (Kronenberg,1990).   Sesuai yang dikatakan Sue dkk dalam Haber dan Runyon (1984) gejala kognitif dimanifestasikan ke dalam pikiran individu, dimana gejala yang tampak dalam individu seperti gelisah, sulit tidur dan terlalu terpaku pada bahaya yang tidak jelas. Disini dapat dilihat bahwa subjek menglami gejala tersebut karena akan menghadapi menopause.

Gejala Motorik
Tubuh  subjek  terkadang  bergetar bila  berada  di  tempat  ramai  dan  lingkungan baru, serta bila sedang cemas dan takut. Hal tersebut subjek rasakan sejak dulu, dan akhir-akhir ini subjek merasa bergetar bila ada orang yang mem- bicarakan mengenai masalah menopause. Subjek  sering  menggigit  kuku  dan bibirnya tanpa disadarinya apalagi bila subjek sedang cemas dan grogi. Akhir- akhir ini pun subjek masih melakukan hal tersebut jika sedang memikirkan sebentar lagi dia akan memasuki masa menopause. Subjek juga sekarang sudah letih bila banyak melakukan aktifitas, walaupun aktifitas tersebut tidak begitu berat bagi subjek. Dari dulu subjek orang yang tidak dapat diam, setiap harinya.   Banyak melakukan aktifitas, namun sekarang ini subjek mulai menguranginya karena subjek mudah capek bila banyak me- lakukan aktifitas.
Suaminya melihat tubuh subjek sering   bergetar,   namun   suami   subjek tidak mengetahui sejak kapan hal tersebut terjadi. Suami subjek   pun tidak menge- tahui hal-hal apa saja yang membuat subjek bergetar, begitu pun mengenai apakah  subjek  bergetar  bila  ada  orang yang membicarakan  menopause. Suami- nya melihat subjek sering sekali menggigit kuku  dan  bibirnya  bila  sedang  cemas tanpa disadari oleh subjek.   Suaminya melihat akhir-akhir ini subjek mudah sekali letih apalagi bila banyak melakukan aktifitas seperti sering pergi dan banyak pekerjaan.   Suami subjek   mengatakan subjek orang yang tidak dapat diam, Subjek selalau melakukan aktifitas setiap saat dan ada saja pekerjaan yang selalu dikerjakannya.
Sesuai dengan yang dikatakan Seu dkk dalam Haber dan Runyon (1984) gejala motorik dimanifestasikan ke dalam perilaku motorik seperti gerakan tidak beraturan dan tidak berarah yang bermula pada gerakan yang bermula pada geme- taran secara halus kemudian meningkan intensitasnya. Disini dapat dilihat bahwa subjek gemetaran yang bermula pada getaran halus yang kemudian meningkat intensitasnya saat ini karena subjek akan menghadapi  menopause  (William,  dkk, 2007; Rossow, dkk 2007; Kronenberg dan Downey, 1987).

Gejala Somatik
Sekarang ini keringat subjek lebih banyak dari biasanya apalagi  bila subjek banyak melakukan aktifitas dan tidur. Jantungnya pun akan berdetak lebih kencang jika subjek sedang cemas, takut dan grogi. Demikian pun dengan tangan dan kakinya akan basah bila subjek grogi dan cemas. Sekarang juga subjek mengalami  itu  terutama  jika  ada  orang yang membicarakan mengenai menopause. Muka subjek sekarang ini mudah kering begitu pun dengan tangan dan kakinya yang akhir-akhir sering kesemutan terutama bagian tangan dan kaki. Namun subjek dari dulu sudah sering merasa pusing   dan   mual   apalagi   jika   subjek banyak   pikiran.   Sekarang   pun   subjek masih merasakan hal tersebut jika mengingat dirinya sebentar lagi akan menopause.
Subjek terkadang merasa panas dingin dan dia pun sekarang ini jadi lebih sering buang air kecil sampai tidak bisa ditahan.   Namun subjek tidak merasakan diare dan sakit di ulu hatinya.   Muka subjek akan pucat seperti tidak ada darahnya bila sedang cemas terutama akhir-akhir ini karena subjek akan memasuki masa menopause dan jika ada orang yang membicarakan menopause. Denyut nadi subjek lebih cepat dari biasanya kalau ada orang lain yang membicarakan menopause.
Suami subjek   melihat akhir-akhir ini keringat subjek lebih banyak dari biasanya, terutama bila subjek banyak melakukan aktifitas dan bila sedang tidur. Suami   subjek   sering   melihat   subjek merasa pusing dan mual dari dulu karena subjek sudah lama mengalami hal tersebut. Suami subjek melihat subjek tidak mengeluh panas dingin maupun diare, tapi akhir-akhir  ini  sering  buang  air  seni. Menurut suami subjek,   sekarang ini subjek tidak merasakan sakit di ulu hatinya. Namun bila sedang cemas biasanya muka subjek akan pucat seperti tidak ada darahnya.
Subjek pada saat ini mengalami gejala somatik seperti keringat berlebih (Tataryn, dkk, 1979; Freeman dan Sherif, 2007), muka kering (Utian, 2005; Rossow, dkk 2007), mual (Visvnathan, 2005), pusing dan kesemutan (Visvnathan, 2005; Rossow, dkk 2007; Wiliams, dkk, 2007). Saat ini keringat subjek lebih banyak dari biasanya apalagi sewaktu tidur, ke- ringatnya lebih banyak lagi. Begitu pun dengan kaki dan tangannya yang lebih mudah basah bila merasa cemas dan grogi. Jantung subjek juga berdetak lebih kencang apalagi jika subjek merasa takut, cemas, grogi dan berada di situasi baru maka jantung subjek akan berdetak labih kencang lagi. Muka subjek pun sekarang ini lebih kering dari biasanya dan subjek pun merasa sering kesemutan akhir-akhir ini. Sesuai dengan yang dikatakan Sue dkk dalam Haber dan Runyon (1984) gejala somatik dimanifestasikan ke dalam reaksi biologis seperti pernafasan tidak teratur, muka pucat, berdebar-debar, tangan dan kaki dingin serta lain sebagainya.

Gejala Afektif
Subjek sering merasa gelisah apa lagi akhir-akhir ini subjek akan menghadapi menopause. Subjek merasa takut dan di hatinya membayangkan bagaimana nanti jika sudah tidak dapat haid lagi. Subjek tidak termasuk orang yang mudah tersinggung, namun terkadang subjek ter- singgung juga. Subjek juga tidak merasa terganggu jika ada orang yang membahas mengenai menopause, namun terkadang dia merasa tidak enak seperti ada yang mengganjal di hatinya. Subjek juga ter- masuk orang yang tidak sabaran dalam segala hal. Bila mengambil keputusan pun subjek terkadang merasa bimbang.
Subjek sering merasa gelisah dan perasaan  tersebut  sudah  ada  dari  dulu. Suami subjek  tidak mengetahui apakah subjek gelisah atau tidak dalam menghadapi menopause. Suami subjek menilai subjek termasuk orang yang mudah tersinggung, apalagi bila suami subjek salah  berbicara.  Namun  suamsubjek tidak mengetahui apakah subjek merasa tersinggung bila ada orang yang mem- bicarakan mengenai menopause. Menurut suami subjek, subjek dari dulu orang yang tidak sabaran dan juga bimbang bila mengambil suatu keputusan dan itu Gelisah, mudah tersinggung, tidak sabaran dan bimbang merupakan gejala afektif yang subjek alami sekarang ini.
Saat ini  subjek merasa gelisah akan menghadapi menopause, membayangkan bagaimana bila sudah tidak dapat haid lagi, pasti  akan  merasa  aneh.  Subjek  juga merasa mudah  tersinggung, tidak sabaran dan bimbang akan menghadapi meno- pause. Sesuai dengan yang dikatakan Sue dkk  dalam  Haber  dan  Runyon  (1984) gejala afektif dimanifestasikan pada perasaan emosi individu seperti adanya bahaya yang mengancam dirinya sehingga individu merasa tidak nyaman dan sangat khawatir serta gelisah yang berlebihan. Disini dapat dilihat bahwa subjek merasa tidak nyaman, khawatir dan gemetaran yang berlebihan akan menghadapi menopause.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa secara umum subjek mengalami kecemasan dimana subjek mengalami ke- gelisahan  dan kekhawatiran akan mema- suki masa menopause. Subjek juga sulit untuk konsentrasi, grogi dan mudah panik. Saat ini subjek merasa takut akan meng- hadapi menopause karena belum siapnya subjek mengalami menopause apalagi usianya sudah mendekati masa meno- pause. Walaupun subjek telah mem- persiapkan diri dengan banyak membaca buku, majalah, koran,melihat televisi dan banyak bertanya pada orang yang sudah menopause tetap saja subjek merasa takut karena adanya pikiran-pikiran bahwa ia tidak cantik lagi, keriput, tua dan tidak bugar lagi. Selain itu subjek pun merasa takut suaminya akan mencari wanita lain bila ia terlihat tidak cantik dan bugar lagi. Subjek pun mudah tersinggung, gelisah dan bimbang. Kecemasan tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Chaplin (1997)  yang  mengatakan  kecemasan dalam beberapa arti, yang pertama pe- rasaan   campuran seperti ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab yang jelas. Kedua, rasa takut dan kekhawatiran yang ringan. Ketiga, kekhawatiran dan ketakutan yang kuat. Dan yang keempat adalah dorongan sekunder  seperti reaksi menghindar. Pada saat ini subjek masuk dalam pengertian tersebut dimana subjek merasa takut, khawatir, dan ingin menghindar dari masa menopause tersebut.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kecemasan
Hubungan subjek dengan suaminya terjalin baik, tidak ada masalah karena setiap ada masalah pasti langsung diselesaikan supaya tidak berlarut-larut. Suami subjek pun orang yang baik, sabar dan   pekerja   keras.   Keadaan   keluarga
subjek saat ini pun sangat baik, karena semua masalah dapat diatasi. Menurut subjek keluarganya pun cukup harmonis karena mereka saling menghargai dan menghormati satu dan yang lainnya. Namun suami subjek tidak memberikan saran dan dukungan apa pun pada subjek yang akan memasuki masa menopasuse.
Suami subjek  merasa hubungannya dengan subjek baik, tidak ada masalah, begitu pun hubungan subjek dengan keluarganya. Menurut suami subjek, keluarganya termasuk harmonis karena setiap masalah selalu dibicarakan dengan baik, namun suami subjek     tidak memberikan dukungan apa pun pada subjek karena menurutnya subjek tidak pernah  cerita  mengenai  menopause. Suami subjek   melihat hubungan subjek dengan kelurga besar baik, mereka juga menerima  subjek  dengan  baik  dan  apa adanya. Kelurga besar pun tidak pernah menuntut subjek untuk tampil sempurna.
Hubungan subjek dengan keluarga besarnya cukup baik, mereka sangat akrab satu dengan lainnya. Tanggapan keluarga besar   pun   pada   subjek   baik,   mereka menerima subjek   apa   adanya   tanpa menuntut subjek untuk tampil sempurna dan subjek pun tidak berusaha untuk tampil sempurna. Hubungan subjek dengan saudara iparnya terjalin baik, mereka sangat dekat antara satu dengan lainnya. Mereka juga tidak menuntut subjek untuk tampil sempurna dan di antara mereka pun    tidak ada yang berusaha untuk tampil sempurna. Mereka pun tidak berkomentar apa-apa ketika subjek akan memasuki masa menopause, mereka juga tidak memberikan saran dan dukungan pada subjek. Menurut suami subjek,   hubungan subjek dengan saudara iparnya pun terjalin baik, tidak ada masalah. Mereka juga tidak pernah menuntut subjek untuk tampil sempurna, sebab mereka juga tampil biasa saja. suami subjek   mengatakan tidak mengetahui bagaimana tanggapan keluar- ga besar pada subjek yang akan memasuki menopause, dan menurut suami subjek  di antara mereka sepertinya belum ada yang menopause sehingga mereka tidak mem- berikan dukungan apa-apa pada subjek.
Lingkungan di rumah subjek ada yang baik dan jelek. Lingkungan depan baik karena orangnya saling menghormati sedangkan lingkungan di belakang kurang menghormati  dan  tidak  perduli  dengan sekitarnya.  Lingkungannya  pun  mempengaruhi subjek memasuki menopause menjadi cemas karena orang-orangnya sering membicarakan apa pun antara satu dan yang lainnya. Lingkungan yang baik bagi subjek adalah yang kekeluargaannya dan toleransinya masih kental.
Menurut suami subjek, lingkungan sangat memengaruhi subjek karena menurutnya lingkungan yang baik akan membuat subjek baik dan bila ling- kungannya  jelak  maka  orang  pun  akan tidak baik. Suami subjek   merasa tidak mengetahui apakah lingkungan mem- ngaruhi subjek yang akan memasuki menopause.
Suami subjek merasa tidak mengetahui apakah subjek mengetahui mengenai menopause. Suami subjek mengatakan hubungan intimnya dengan subjek sudah mulai jarang dan suami subjek   pun merasa ada perubahan bila berhubungan     intim     dengan     subjek akhir-akhir ini. Sekarang pun menurut suami subjek, subjek jadi cepat lelah bila berhubungan.  Suami subjek  menilai sub- jek orang yang sensitif. Namun suami subjek tidak mengetahui bagaimana tang- gapan orang lain pada subjek yang akan memasuki masa menopause.
Subjek termasuk orang yang sensitif, dan terkadang merasa tersinggung jika ada orang yang membicarakan mengenai menopause seperti ada yang mengganjal di hatinya dan subjek pun merasa takut. Cara subjek menyesuaikan dirinya yang akan menghadapi menopause dengan cara banyak  baca  buku  dan  bertanya  pada orang yang sudah menopause. Perubahan yang subjek alami ketika akan menopause adalah   lebih   emosional,   gelisah   dan mudah capek serta dalam berhubungan intim pun subjek merasa ada perubahan jadi cepat capek. Subjek merasa tidak punya masalah dengan fisiknya, namun akhir-akhir ini subjek merasa lebih gemuk, keriput, tua dan sudah tidak cantik lagi. Dia pun mudah lelah mungkin karena subjek akan memasuki masa menopause.
Suami subjek  merasa tidak mengetahui bagaimana cara subjek menyesuaikan dirinya yang akan menghadapi menopause serta perubahan apa yang dialami subjek. Namun menurut suami subjek    bila  berhubunga  intim  dengan subjek ada perubahan   yaitu jadi mudah lelah. Suami subjek  melihat subjek tidak mempunyai masalah dengan fisiknya, namun sekarang ini subjek jadi lebih gemuk dan mudah lelah. Hal tersebut mungkin karena subjek akan memasuki masa menopause.
Proses  kognisi  keriput,  tua,  dan tidak cantik lagi membuat subjek takut untuk menghadapi masa menopause. Apalagi sekarang ini subjek merasa badannya sudah tidak bugar dan segar lagi membuat subjek takut suaminya merasa kecewa dengan keadannya sekarang ini. Sesuai dengan pendapat Beck dkk dalam Freman dan Di Tomasso (1994) keyakinan semu mengenai suatu ancaman atau bahaya yang dianggap dipicu oleh situasi tertentu yang mirip dengan situasi tersebut ketika keyakinan didapat dan dipelajari. Disini dapat dilihat bahwa subjek takut akan tua dan tidak cantik lagi sehingga ia takut menghadapi menopause yang sebentar lagi akan dialaminya.

Masalah fisik yang subjek hadapi sekarang ini adalah subjek merasa lebih gemuk dan mudah lelah, tua, keriput dan tidak   cantik   lagi.   Hal   ini   lah   yang membuat subjek takut untuk menghadapi masa menopause.   Sesuai dengan pen- dapat Freman dan Di Tomassco (1994), masalah  fisik  dapat  menyebabkan simptom seperti kelelahan atau depresi yang  dapat  memengaruhi  ambang toleransi individu dalam menangani penyebab  tekanan  sehari-hari.  Di  sini dapat dilihat bahwa subjek merasa lebih gemuk, mudah lelah dan tua dan hal inilah yang membuat subjek takut menghadapi menopause.
Atkinson dkk (1991) mendefinisikan kecemasan sebagai emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan rasa khawatir, keprihatinan dan rasa takut yang kadang-kadang dalam, dan dalam tingkat yang berbeda. Frued dalam Atkinson dkk (1991) mengatakan kecemasan sebagai suatu keadaan tegang. Sedangkan menurut Kronenberg   (1990)   kecemasan   adalah keadaan yang tidak menyenangkan dan menegangkan akan bencana yang tidak diharapkan.
Secara klinis, gejala cemas yang biasa disertai dengan kecemasan yang menyeluruh dan menetap (paling sedikit berlangsung selama 1 bulan) dapat dikategorikan sebagai respon psikologis, dan  respon  psikos.    Respon  psikologis terdiri dari ketegangan motorik/alat gerak (gemetar, tegang, nyeri oto, letih, tidak dapat santai, kelopak mata bergetar, kening berkerut, muka tegang, gelisah, tidak dapat diam, dan muka kaget), hipe- raktivitas saraf otonom (simpatis/ parasimatetis, yang terdiri dari berkeringat berlebihan, jantung berdebar-debar, te- lapak tangan/kaki basah, muka kering, pusing, kepala terasa ringan,  kesemutan, rasa mual, rasa aliran panas/dingin, sering buang air seni, diare, rasa tidak enak di hulu hati, kerongkongan tersumbat, muka merah atau pucat, dan denyut nadi dan nafas cepat.
Respon psikis merupakan rasa khawatir berlebihan tentang hal-hal yang akan datang, dan kewaspadaan berlebihan. Rasa khawatir berlebihan bisa dalam bentuk cemas, khawatir, takut,  bimbang, membayangkan akan datangnya kema- langan terhadap dirinya atau orang lain, berfirasat buruk. Kewaspadaan berlebihan bisa dalam bentuk mengalami lingkungan secara berlebihan sehingga mengabatkan perhatian mudah teralih, sukar berkon- sentrasi, gerakan serba salah, sukar tidur, merasa grogi, mudah tersinggung, dan tidak sabar.
Menurut Ramaiah (2003), gejala kecemasan paling lazim adalah kejeng- kelan umum (seperti rasa gugup, jengkel, tegang   dan   rasa   panik),   sakit   kepala (seperti ketegangan otot khususnya kepala, di daerah lengkuk dan di tulang punggung, menyebabkan sakit kepala atau rasa tidak enak (denyut kesakitan)), gemetaran pada sekujur tubuh, khusunya lengan dan tangan, aktivitas sistem motorik.
Menurut Blakburn dan Davidson (1990), ada beberapa gejala kecemasan, di antaranya  adalah  suasana  hati,  pikiran, motivasi, perilaku gelisah, reaksi biologis, ketakutan, ketegangan, dan kekhawatiran. Ada empat cara untuk mengetahui ada tidaknya kecemasan, yaitu secara koginitif, motorik, somatik, dan afeksi.   Secara kognitif, kecemasan dimanifestasikan ke dalam pikiran individu. Gejala yang tampak dalam diri individu menjadi cemas, sulit  untuk  berkonsentrasi,  sulit  untuk tidur, sulit untuk membuat keputusan, dan terlalu  terpaku  pada  bahaya  yang  tidak jelas asalnya
Secara motorik, kecemasan dimani- fesatikan ke dalam perilaku motorik seperti gerakan tidak beraturan, gerakan yang tidak terarah, yang bermula pada gemetaran secara halus kemudian me- ningkat intensitasnya. Secara somatic, kecemasan dimanifestasikan ke dalam reaksi fisik dan biologis. Perubahan somatik dapat dilihat dari pernafasan tidak teratur, dahi berkerut, muka pucat, berdebar-debar, tangan dan kaki dingin, mulut kering, sesak nafas, gangguan pencernaan dan sebagainya. Secara afeksi kecemasan dimanifestasikan pada pera- saan emosi individu seperti adanya bahaya yang mengancam dan menimpa dirinya sehingga individu merasa tidak nyaman dan sangat khawatir dan gelisah yang berlebihan.
Menurut Hawari (2001), faktor yang memengaruhi kecemasan dibagi menjadi dua (2) yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal dari kecemasan berangkat dari pandangan psikoanalisis yang ber- pendapat bahwa sumber dari kecemasan itu bersifat internal dan tidak disadari. Menurut Freud dalam Atkinson (1993), kecemasan merupakan akibat dari konflik yang tidak disadari antara implus dengan kendala yang ditetapkan oleh ego dan superego. Menurut Atkinson (1993) kecemasan lebih ditimbulkan oleh faktor eksternal dari pada faktor internal. Se- orang yang mengalami kecemasan merasa bahwa dirinya tidak dapat mengendalikan situasi kehidupan yang bermacam-macam sehingga  perasaan  cemas  hampir  selalu hadir.
Penyebab     kecemasan     menurut Ramaniah (2003) adalah keluarga, ling- kungan sosial, bertambah atau berku- rangnya anggota keluarga, dan perubahan kebiasaan. Terdapat faktor potensial yang dapat membuat individu secara potensial mengalami kecenderungan untuk cemas secara umum, yaitu pewaris genetik, trau- ma mental, pikiran, dan kurang efektifnya mekanisme penyesuaian diri.  Di samping faktor predisposisi, terdapat pula faktor terendap yang dapat menimbulkan kece- masan pada individu (Freeman dan Tomasso, 1994).   Faktor tersebut adalah masalah fisik, penyebab eksternal,   dan kepekaan emosional.
Ada beberapa gejala   fisik yang banyak dialami oleh wanita menopause. Takesihaeng (2000) mengungkapkan ge- jala fisik yang mungkin dialami saat mencapai masa menopause adalah berupa rasa panas yang tiba-tiba menyerang bagian atas tubuh, keluar keringat yang berlebihan pada malam hari, sulit tidur, iritasi pada kulit,  gejala pada mulut dan gigi, kekeringan vagina, kesulitan menahan buang air kecil, dan peningkatan berat badan. Pada saat rasa panas menyerang bagian atas tubuh, wajah dan leher menjadi merah padam, kadang timbul juga noda kemerahan dikulit dada, punggung dan lengan. Keluar keringat yang berlebihan pada malam hari terjadi akibat turunnya kadar estrogen dalam pembuluh darah.
Selain pada keadaan fisik timbul beberapa keluhan psikologis yang kerap kali muncul pada wanita menopause. Keluhan psikologis itu menurut Cobb (1993), adalah   adanya penurunan daya ingat terhadap hal-hal yang sebelumnya mudah  untuk  diingat,  rasa  cemas  tanpa ada sebab yang jelas, mudah marah, serangan rasa panik (bentuk kecemasan yang lebih khusus, melibatkan bukan hanya sekedar perasaan tapi juga fisik), dan depresi.

SIMPULAN
Subjek mengalami gejala kognitif, yaitu gangguan tidur,  lebih cemas, grogi, panik dan sulit konsentrasi yang baru subjek alami enam bulan terakhir ini. Subjek mengalami gejala motorik dimana sekarang ini subjek lebih mudah letih bila terlalu banyak melakukan aktifitas. Subjek juga gemetar   dalam situasi yang cemas dan akan menggit bibirnya dalam situasi cemas untuk mengurangi rasa cemasnya tersebut. Subjek mengalami gejala so- matik dimana sekarang ini keringat subjek lebih banyak dari biasanya sewaktu tidur. Jantung  subjek  pun  berdetak  lebih kencang jika subjek merasa cemas, takut dan grogi. Muka subjek pun saat ini lebih kering dari biasanya.  Subjek mengalami gejala afektif gelisah karena memba- yangkan bagaimana bila sudah tidak menstruasi lagi. Subjek juga merasa tidak nyaman, khawatir dan gemetaran yang berlebihan akan menghadapi menopause.
Faktor yang memengaruhi kece- masan menghadapi menopause adalah pikiran, kesalahan proses kognisi yang membuat subjek takut akan tua dan tidak cantik lagi sehingga subjek takut meng- hadapi menopause yang sebentar lagi akan dialaminya, merasa lebih gemuk, mudah lelah dan sudah tua.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, P. 1993 Kesalapahaman Pada Masyarak  Terhadap Perilaku Seksual        Pada    Masa Menopause Dalam Menopause  dan Penanggulangannya      Kanisius Yogyakarta.
Atkinson,      R.L,     Atkinson,R.C     and Hilgard,E.R.      1991 Pengantar Psikologi  Edisi 8 Jilid Alih Bahasa: Nurjannah Taufiq  Erlangga Jakarta.
Atkinson,L, Rita and Atkonson, Richard, R. 1993   Pengantar   Psikologi   I Jakarta.
Blakburn  dan  Davidson.  1990.  Terapi Kognitif Untuk Depresi dan Kecemasan Suatu Petunjuk Bagi Praktisi. Semarang, IKIP Semarang.
Calhoun,J.P.    dan    Acocella,J.P.    1995 Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan   Kemanusiaan   Edisi   3 Penerjemah: RR.Samtako Semarang: IKIP Semarang.
Caplin,J,P.     1997     Kamus     Lengkap Psikologi Rajawali Pers Jakarta.
Coob,J.  1993 Understending Menopause Britis Medical London.
Freedman,A and  Di Tomasso, RA 1994 The Cognitive Theory Of Anxiety dalam BB Wolman 1994 Anxiety and Related Disorders John Wiley and Sons Inc New York.
Freedman, R.R., Norton, D., Woodward, S., and Cornelissen, G. 1995 “Core body temperature    and    circadian rhythm of hot flashes in menopausal women” J Clin Endocrinol Metab vol 80 pp 2354-2358
Freeman, E.W. and Sherif, K. 2007 “Prevalence of hot flushes and night sweats around the world: a systematic review” Climateric vol 10 pp 197-214.
Hall,C.S and Lindzey, G.1994 Teori-teori Psikodinamik      (klinis)      Kanisius Yogyakarta.
Harriman, P.L. 1995 Panduan Untuk Memahami      Istilah    Restu    Agung Jakarta.
Hawari. 2001 Manajemen Stress, Cemasa dan Depresi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta.
Guthrie, J.R., Dennerstein, L., Hopper, J.L., and Burger, H.G. 1996 “Hot flushes,  menstrual     status,     and hormone levels in a population-based sample of middle life women” Obster Gynecol vol 88 pp 437-442
Kartono. 1999 Psikologi Abnormal dan Psikologi Seks Munandar Maju Bandung.
Kronenberg,    F.    1990    “Hot    flashes: epidemiology and physiology” Ann NY Acad Sci
       vol 592 pp 52-86
Kronenberg, F. and Downey, J.A. 1987 “Thermoregulatory physiology of menopausal hot flushes : a review” Can J Physiol Pharmacol vol 65 pp1312-1324
Marshall,C and Rossman. 1995 Designing Quyalitative Reseach Sage Publication London.

Penulis : Unknown ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel KECEMASAN PADA WANITA YANG MENGHADAPI MENOPAUSE ini dipublish oleh Unknown pada hari Kamis, 06 Desember 2012. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan KECEMASAN PADA WANITA YANG MENGHADAPI MENOPAUSE
 

0 komentar:

Posting Komentar